Dalam keterangannya, Bank Indonesia (BI) mengaku tidak dapat dipungkiri, pasar tenaga kerja internasional (TKI) memiliki potensi sangat besar bagi perekonomian Indonesia dalam memperoleh cadangan devisa.
Berdasarkan data yang dikompilasi BI selama lima tahun terakhir (sumber BI, Kantor Menaker, BNP2TKI) terlihat, jumlah remittance pada 2005 sebesar US$5,3 miliar, 2006 US$5,6 miliar, 2007 US$6 miliar, 2008 US$6,6 miliar, 2009 US$6 miliar, dan sampai semester I-2010 sudah mencapai US$3,3 miliar.
Begitu juga kontribusinya terhadap pertumbuhan domestik bruto (GDP), pada 2005 tercatat sebesar 1,8 persen, 2006 1,5 persen, 2007 1,4 persen, 2008 1,3 persen, 2009 1,2 persen, dan pada kuartal II-2010 sebesar satu persen.
Sedangkan remittance terhadap candangan devisa terlihat pada tahun 2005 sebesar 15,3 persen, 2006 13,1 persen, 2007 10,5 persen, 2008 12,8 persen, 2009 10 persen, dan paruh pertama tahun ini mencapai 4,4 persen (vivanews).
Jika mengutip dari data-data di atas tidak berlebihan kalau sumbangsih para TKI yang katanya adalah pahlawan devisa, itu sangatlah besar atas kontribusinya terhadapa pamasukan negara terutama Devisa. Namun disisi lain smua itu tidak di sertai dengan kualitas pelayanan, perlindungan (jaminan keselamatan yang memadai) dan juga kesejahteraan yang di lakukan oleh pemerintah terhadap buruh Migran (TKI).
Saya rasa pemerintah tidak tuli atau menutup mata melihat dinamika yang terjadi belakangan ini terhadap para TKI, bahkan baru-baru ini terjadi lagi kasus penganiayaan dan pelecehan sexual terhadap sorang tenaga kerja wanita (TKW) yang bekerja di negara tetangga (jiran), dan tragisnya lagi kalau perbuatan keji tersebut lagi-lagi dilakukan oleh sang majikan (pasangan suami istri).
Memang sejauh ini ada sedikit concern dalam menyikapi atau menangani perkembangan kasus tersebut oleh pemerintah indonesia dan negara tempat TKW (korban) tersebut bekerja. perlu di garis bawahi, kalau kejadian-kejadian seperti ini sering sekali terjadi dan menimpa terhadap para TKI, terutama TKI wanita (TKW) yang bekerja sebagai penata laksana rumah tangga (informal).
Sebenarnya ini adalah bagian contoh kecil dari sekian banyaknya kejadian atau kasus yang menimpa para TKI yang dapat di expose ke permukaan oleh media masa, dan tidak menutup kemungkinan banyak dari permasalahan yang menimpa para teman-teman TKI mengambang begitu saja (tidak ter expose) tanpa adanya proses hukum atau keadilan yang mereka dapatkan.
Dan akan sangat menydihkan kalau ke depannya ada lagi kejadian-kejadian seperti ini yang akan menimpa para teman-teman TKI, tanpa adanya solusi, conceren, dan prevent (pencegahan) dari pemerintah mulai sekarang. Dengan tanpa harus menunggu beberapa banyak lagi para Pahlawan Devisa kita yang harus jadi korban ke kebiadaban para majikan.
Jadi intinya janganlah menjadikan para TKI hanya sebagai sumber ekplorasi pemasukan atau pendapatan negara (devisa), tanpa adanya sistem konstitusi yang dapat benar-benar menjamin keselamatan, perlindungan (protection), kesejahteraan (prosperity), dan lain sebagainya. Biar kalau tidak selogan TKI sebagai “Pahlawan Devisa” tidak hanya sebagai wacana belaka.
Untuk para pembaca dan juga teman-teman Bloger, “maaf.. jangan menginterpretasikan kalau apa yang telah saya tuangkan ke dalam tulis ini sebagai bentuk untuk mendramatisasi isu-isu yang menyangkut setiap permasalahan yang menimpa para TKI. Perlu di ketahui kalu apa yang saya tulis ini, selain mengikuti perkembangan berita dari media yang menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan masalah TKI, hal ini juga merupakan bagian dari pengalaman pribadi saya sebagai seorang TKI, yang hingga sekarang masih tercatat sebagai seorang TKI yang sedang mengais rejeki di Negara Arab (middle east).
Salam TKI.............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar